MAKALAH MATA KULIAH ETIKOLEGAL
ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN
KODE ETIK BIDAN NASIONAL DAN KODE ETIK
BIDAN INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH:
RIKA PRAISTI
POLTEKKES KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEBIDANAN RANGKASBITUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Analisis Perbedaan dan
Persamaan Kode Etik Bidan Nasional dan Kode Etik Bidan Internasional”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk Ujian Tengah Semester (UTS) tugas mata Kuliah Etikolegal.
Dalam Penulisan makalah ini Saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang Saya miliki . Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat Saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.Dalam penulisan makalah ini Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk Ujian Tengah Semester (UTS) tugas mata Kuliah Etikolegal.
Dalam Penulisan makalah ini Saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang Saya miliki . Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat Saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.Dalam penulisan makalah ini Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
1. Ibu Darti Rumiatun selaku ketua jurusan
kebidanan RangkasBitung
2. Bunda Agnes F Sihombing selaku Dosen mata
kuliah Etikolegal
3. Teman-teman Saya yang telah membantu saya
dalam penulisan makalah ini
Akhirnya Saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Rangkasbitung, April 2013
(Penulis)
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
|
...............................
|
i
|
|
|
|
DAFTAR ISI
|
...............................
|
ii
|
|
|
|
BAB I PENDAHULUAN
|
...............................
|
1
|
|
|
|
1.1. LATAR BELAKANG
|
...............................
|
1
|
|
|
|
1.2. RUMUSAN MASALAH
|
...............................
|
1
|
|
|
|
1.3. TUJUAN PENULISAN
|
...............................
|
2
|
|
|
|
1.4 MANFAAT PENULISAN
|
...............................
|
2
|
|
|
|
BAB II LANDASAN TEORI KODE ETIK PROFESI KEBIDANAN
|
...............................
|
3
|
|
|
|
2.1 KODE ETIK BIDAN NASIONAL
|
...............................
|
3
|
|
|
|
2.2 KODE ETIK BIDAN INTERNASIONAL
|
...............................
|
5
|
|
|
|
BAB III PEMBAHASAN
|
...............................
|
7
|
|
|
|
3.1 ANALISIS PERSAMAAN KODE ETIK NASIONAL DAN
INTERNASIONAL
|
..............................
|
7
|
|
|
|
3.2 ANALISIS PERBEDAAN KODE ETIK NASIONAL DAN
INTERNASIONAL
|
...............................
|
11
|
|
|
|
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
|
...............................
|
15
|
|
|
|
4.1 KESIMPULAN
|
...............................
|
15
|
|
|
|
4.2 SARAN
|
...............................
|
15
|
|
|
|
BAB V DAFTAR PUSTAKA
|
...............................
|
16
|
|
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola pikir
manusia indonesia dari tahun ketahun terus berkembang sejalan dengan
pertumbungan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dari hari
kehari semakin cepat sehubungan dengan derasnya era informasi. Kemajuan
tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
permasalahan antara lain mahalnya pelayanan medik. Selain itu terjadi pula
perubahan tata nilai dalam masyarakat, yaitu masyarakat semakin kritis
memandang masalah yang ada termasuk menilai pelayanan yang diperolehnya.
Saat ini masyarakat acap kali merasakan ketidak puasan
terhadap pelayanan bahkan tidak menutup kemungkinan mengajukan tuntutan kemuka
pengadilan. Apabila seorang bidan merugikan pasien dan dituntut oleh pasien
tersebut akan merugikan, merugikan berita yang menarik dan tersebar luas di
masyarakat melalui media elektronik dan media massa lainnya. Hal tersebut
menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Untuk itu dibutuhkan suatu
pedoman yang menyeluruh dan itegratif tentang sikap dan prilaku yang harus
dimiliki oleh seorang bidan. Pedoman ini sudah ada yaitu kode etik bidan. Kode
etik bidan indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam
kongres nasional ikatan bidan indonesia X tahun 1988, seang petunjuk
pelaksanaannya di sahkan dalam rapat kerja nasional (rekernas) IBI tahun 1991,
kemudian disempurnakan dan disahkan pada kongres nasional IBI ke XII tahun
1998. Sebagai pedoman dalam perilaku, kode etik bidan indonesia mengandung
beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan dan bab.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab. Sedangkan Kode etik internasional Tujuan dari
Konfederasi Internasional Bidan (ICM) adalah untuk meningkatkan standar
perawatan diberikan kepada
perempuan, bayi dan keluarga di seluruh
dunia melalui pemanfaatan
pengembangan, pendidikan dan tepat bidan profesional.
Di Sesuai
dengan tujuan ini, ICM menetapkan
kode berikut untuk
membimbing pendidikan, praktek
dan penelitian bidan. Kode ini mengakui
perempuan sebagai orang dengan hak
asasi manusia, mencari keadilan bagi semua orang dan keadilan dalam akses ke perawatan
kesehatan, dan didasarkan
pada hubungan saling menghormati, kepercayaan, dan martabat semua
anggota masyarakat. Kode
alamat mandat etika
bidan dalam mencapai tujuan dan
Tujuan dari ICM berkaitan dengan bagaimana bidan berhubungan dengan orang lain, bagaimana mereka berlatih kebidanan, bagaimana mereka menjunjung tinggi tanggung jawab profesional dan tugas, dan bagaimana mereka
bekerja untuk menjamin integritas profesi kebidanan yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran pengetahuan dan praktek kebidanan.
Tujuan dari ICM berkaitan dengan bagaimana bidan berhubungan dengan orang lain, bagaimana mereka berlatih kebidanan, bagaimana mereka menjunjung tinggi tanggung jawab profesional dan tugas, dan bagaimana mereka
bekerja untuk menjamin integritas profesi kebidanan yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran pengetahuan dan praktek kebidanan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
persamaan antara kode etik internasional dan kode etik nasional
2.
Untuk mengetahui
perbedaan antara kode etik internasional dan kode etik nasional
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kode Etik Profesi Bidan Indonesia
Kode
etik kebidanan disususn pertama kali pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres
Nasional IBI ke-10 tahun 1988, diikuti dengan pengesahan petunjuk dalam Rapat
Kerja Nasional (Rakemas 1131)tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan
pada Kongres Nasional 1131 ke-12 tahun 1998. Operasionalisasi kode etik dibagi menjadi bab, namun prinsip utamanya adalah sebagai
berikut :
1.
Kewajiban
terhadap klien dan masyarakat.
Kewajiban
untuk memprioritaskan kebutuhan dan menghormati hak-hak klien, serta
menghormati norma yang berlaku dimasyarakat
a) Setiap
bidan senantiasa menjunjung tinggi ,menghayati dan mengamalkan sumpah jabatanya
dalam melaksanakan pengabdiannya.
b) Setiap
bidan dalam menjalani profesinya menjungjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c) Setiap
bidan yang menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
d) Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati
hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
e) Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien,
keluarga dan masyarakat dengan indentitas yang sama sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f) Setiap
bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan
tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatanya secara optimal.
2.
Kewajibanya
terhadap tugasnya.
Kewajiban
untuk menyediakan asuhan bagi perempuan dan keluarga yang sesuai dengan
kompetensi bidan, melakukan konsultasi dan rujukan ketika klien memebutuhkan
asuhan diluar kompetensi bidan dan menjaga kerahasiaan informasi klien untuk
melindungi hak pribadi, kecuali bila diminta oleh pengadilan.
a) Setiap
bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga, dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebtuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b) Setiap
bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil
keputusan dalam tugasnya termasuk mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
c) Setiap
bidan harus menjaga kerahasiakan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlakukan sehubungan
kepentingan klien.
3.
Kewajiban
bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Kewajiban
mendukung sejawat dan profesi kesehatan lainya.
a) Setiap
bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana
kerja yang serasi
b) Setiap
bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainya.
4.
Kewajiban
bidan terhadap profesinya
Kewajiban
untuk menjaga nama baik dan menjungjung tinggi citra profesi
a) Setiap
bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan
kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
b) Setiap
bidan harus senantiasa mengembangakan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c) Setiap
bidan senantiasa berperan serta, dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5.
Kewajiban
bidan terhadap diri sendiri
kewajiban
untuk mengembangkan pengetahuan dan praktek kebidanan
a) Setiap
bidan harus menjaga/memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas
profesinya dengan baik.
b) Setiap
bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan
terhadap Pemerintah, Nusa Bangsa dan Tanah Air.
Kewajiban
Berpartisipasi dalam melaksanakan kebijakan pemerintah, terutama kesehatan ibu
dan anak, termasuk kesehatan keluarga dan masyarakat
a) Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan
pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA-KB dan
kesehatan keluarga dan masyarakat.
b) Setiap
bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada
pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA-KB dan kesehatan keluarga.
7.
Penutup
Setiap bidan dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan KODE
ETIK BIDAN INDONESIA.
2.2 Kode
Etik Profesi Bidan Internasional
Kode
etik ini menghargai perempuan berdasarkan HAM, mencari keadilan untuk semua dan
keadilan dalam memperoleh akses terhadap
pelayanan kesehatan dan di dasarkan atas hubungan yang saling menguntungkan
dengan penuh hormat, percava dan bermartabat bagi seluruh anggota masyarakat
Operasionalisasi
kode etik kebidanan dibagi :
1. Hubungan
dengan perempuan sebagai klien
·
Bidan menghormati hak
pilih perempuan berdasarkan informasi dan meningkatkan penerimaan tanggung
jawab perempuan atas hasil dan pilihanya
·
Bidan bekerja dengan
perempuan, mendukung hak mereka untuk berpartisipasi aktif dalam memutuskan
pelayanan bagi diri mereka dan kesehatan perempuan serta keluarga di masyarakat
·
Bidan bekerjasama
dengan perempuan, pemerintah dan lembaga donor untuk menilai kebutuhan
perempuan terhadap pelayanan kesehatan serta menjamin pengalokasian sumber daya
secara adil dengan mempertimbangkan prioritas dan ketersediaan.
·
Bidan dalam profesinya
mendukung dan saling membantu dengan yang lain, secara aktif manjaga diri dan
martabat mereka sendiri.
·
Bidan bekerjasama
dengan profesi kesehatan lain, berkonsultasi dan melakuakan rujukan bila
perempuan memerlukan asuhan diluar kompetensi bidan
·
Bidan mengenali adanya
saling ketergantungan dalam memberikan pelayanan dan secara aktif memecahkan
konflik yang ada
·
Bidan berkewajiban atas
diri mereka sebagai manuasia bermoral termasuk tugas untuk menghormati diri sendiri dan menjaga
nama baik.
2. Praktek
Kebidanan
·
Bidan memberikan asuhan
bagi perempuan dan keluarga yang mengasuh anak, dengan rasa hormat atas
keberagaman budaya dan berupaya untuk menghilangkan praktek yang berbahaya
(mis. Praktek sunat perempuan)
·
Bidan memberikan
harapan nyata suatu persalianan bagi perempuan di masyarakat dengan harapan
minimal tidak ada perempuan yang menderita akibat konsepsi atau persalinan.
·
Bidan harus menerapkan
pengetahuan profesi untuk menjamin persalinan aman
·
Bidan merespon
kebutuhan psikologi, fisik, emosi dan spiritual perempuan yang mencari
pelayanan kesehatan , apapun kondisinya
·
Bidan bertindak sebagai Role Model (panutan) dalam promosi kesehatan
untuk perempuan sepanjang siklus hidupnya, untuk keluarga dan untuk profesi
kesehatan lainnya.
·
Bidan secara aktif
mengembangkan intelektual dan profesi sepanjang karir kebidanan, memadukan
pengembanhgan ini kedalam praktek mereka.
3. Kewajiban
Profesi Bidan
·
Bidan menjamin
kerahasiaan Informasi klien dan bertindak bijaksana dalam informasi tersebut
·
Bidan bertanggung jawab
atas keputusan dan tindakan mereka, terpercaya atas hasil asuhan bagi perempuan
·
Bidan diperkenalkan
untuk menolak ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang bertentangan dengan moral
namun menekankan pada kesadaran individu
untuk tidak mengabaikan pelayanan kesehatan esensial bagi perempuan
·
Bidan memahami akibat
buruk pelanggaran etik dan HAM bagi kesehatan perempuan dan anak dan
menghapuskan pelanggaran ini
·
Bidan berpartisipasi
dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan yang mempromosikan
kesehatan perempuan dan keluarga yang mengasuh anak
4. Peningkatan
Pengetahuan dan Praktek kebidanan
·
Bidan menjamin bahwa
peningkatan pengetahuan kebidanan di dasari oleh aktivitas yang melindungi hak
perempuan sebagai manusia
·
Bidan mengembangakan
dan berbagi pengetahuan melalui berbagai proses, seperti peer review dan
penelitian .
·
Bidan berpartisipasi dalam
pendidikan formal siswi kebidanan dan bidan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Persamaan Antara Kode Etik Internasional Dan Kode Etik
Nasional
1. Kode Etik Internasional
pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point e :
“Bidan
bekerja sama dengan profesi kesehatan lain, berkonsultasi dan melakukan rujukan bila perempuan memerlukan asuhan
diluar kompetensi bidan”.
Kode
Etik Nasional pada No. 2 kewajiban terhadap
tugasnya, point b :
“Setiap
bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil
keputusan dalam tugasnya termasuk mengadakan
konsultasi dan atau rujukan”.
Hal ini didasari
pada buku konsep kebidanan Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 5
tentang pelayanan kebidanan :
“layanan
rujukan, merupakan asuhan kebidanan yang dilakukan dengan menyerahkan tanggung
jawab kepada dokter, ahli dan/atau tenaga kesehatan profesional lainnya untuk
mengatasi masalah kesehatan klien di luar wewenang bidan dalam rangka menjamin
kesejahteraan ibu dan anaknya”.
Dan di dasari dari
sumber buku konsep kebidanan Asrinah pada
halaman 13 tentang prilaku profesional bidan :
“Melakukan
konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan”.
Dan didasari oleh PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 18 ayat 1 point c :
“merujuk kasus yang bukan wewenangnya atau tidak dapat di
tangani dengan tepat”.
Analisis Persamaan
:
Dari
kode etik di atas terdapat persamaan dalam hal melakukan konsultasi dan rujukan
bila mendapat kasus di luar kewenangan bidan, Pendapat saya memang seharusnya
seorang bidan melakukan konsultasi dan rujukan bila menemukan klien dengan
kasus di luar wewenang kita, karna sudah jelas bahwa kita sebagai bidan dalam
melaksanakan tugasnya harus sesuai wewenang, strandar praktik dan kode etik
yang sudah berlaku dalam peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor
1464/menkes/per/X/2010 dan undang-undang republik indonesia nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan.
2. Kode Etik Internasional
pada No. 2 praktik kebidanan, point a :
“Bidan
memberikan asuhan bagi perempuan dan keluarga yang mengasuh anak, dengan rasa hormat atas keberagaman budaya dan
berupaya untuk menghilangkan praktik yang berbahaya (Mis. Praktik sunat
perempuan)”.
Kode Etik Nasional
pada No. 1 kewajiban bidan terhadap masyarakat, point d :
“Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati
hak klien dan menghormati nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat”.
Hal ini di dasari
dari standar kompetensi bidan indonesia, IBI dan assosiasi institusi pendidikan kebidanan indonesia (www.hpeq.dikti.go.id)
Dalam
konsep utama kebidanan “Memiliki sensitifitas budaya, termasuk bekerja dengan
perempuan dan petugas kesehatan lain untuk mengatasi kebiasaan budaya pada
praktik yang merugikan perempuan dan bayi”.
Dan didasari
dari sumber buku etika profesi
dan hukum kebidanan yanti, halaman 122
Standar pelayanan umum, standar 1 : perisapan untuk
kehidupan keluarga sehat, point 2 : proses
“bidan harus menghormati adat istiadat
setempat/perorangan ketika memberikan penyuluhan dan berikan dukungan untuk
kebiasaan tradisional yang positif. (namun, perlu dicegah mitos atau tabu yang
membahayakan kehamilan, persalinan, dan perawatan anak)”.
Analisis Persamaan
:
Dari
kode etik nasional dan internasional memiliki persamaan dalam hal menghilangkan
budaya praktik yang merugikan dan berbahaya agar tidak ada lagi peningkatan
kematian ibu dan anak akibat budaya masyarakat yang merugikan, dalam
menjalankan tugasnya bidan senantiasa memberikan asuhan bagi perempuan dan
keluarga untuk menghilangkan budaya praktik yang merugikan, sedikit demi
sedikit bidan bisa melakukan pendekatan secara perlahan-lahan, tetapi tetap
harus menghargai dan menghormati nilai-nilai atau budaya yang berada di
masyarakat.
Di
dasari juga pada sumber konsep kebidanan asrinah, halaman 13, tentang perilaku
profesional bidan :
“menghargai
budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran,
periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak”.
3. Kode
Etik Internasional pada No. 1 hubungan
dengan perempuan sebagai klien, point f :
“bidan mengenali adanya saling
ketergantungan dalam memberikan pelayanan dan secara aktif memecahkan konflik
yang ada”.
indonesia menganut
pernyataan di atas juga, Hal ini didasari pada
buku konsep kebidanan Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 53
tentang tanggung jawab bidan :
“Bidan
adalah anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, bidan turut
bertanggung jawab dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat (mis.
Lingkungan yang tidak sehat, penyakit menular, masalah gizi terutama yang
menyangkut kesehatan ibu dan anak). Baik secara mandiri maupun bersama tenaga
kesehatan lain, bidan secara mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain,
bidan berkewajiban memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. Bidan harus memelihara kepercayaan masyarakat”.
Analisis Persamaan :
Dari kode etik internasional di atas sama dengan
kode etik nasional,
bidan saling ketergantungan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan tenaga
kesehatan lain atau masyarakat langsung sebagai sasaran primer agar dapat
memecahkan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian yang kian lama kian meninggi. Dengan meminta partisipasi
dari masyarakat untuk ikut andil dalam meningkatkan kesehatan di lingkungannya.
4. Kode Etik Internasional
pada No. 2 praktek kebidanan, point f :
“bidan
secara aktif mengembangkan intelektual
dan profesi sepanjang karir kebidanan, memadukan pengembangan ini ke dalam
praktek mereka”.
Kode Etik Nasional
pada No. 4 kewajiban bidan terhadap profesinya, point b :
“setiap
bidan harus senantiasa mengembangkan
diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi”.
Kode Etik
Nasional pada No.5 kewajiban bidan
terhadap diri sendiri, point b :
“setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”
Hal ini Didasari dari
sumber PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pada pasal 10 ayat 2 :
“bidan
dalam menjalankan praktiknya senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya
dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan
dan pelatihan sesuai dengan bidan tugasnya”.
Dan didasari
oleh sumber buku konsep kebidanan Dra. Hj.
Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 51
tentang tanggung jawab terhadap pengembangan kompetensi :
“setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara
kemampuan profesionalnya. Oleh karena itu, bidan harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan mengikuti pelatihan, pendidikan
berkelanjutan, seminar serta pertemuan ilmiah lainnya.
Dan didasari
oleh Undang-Undang Perublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, pasal 27 ayat 2 :
“tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki”.
Analisis Persamaan :
Dari
kode etik nasional dan internasional di atas terdapat persamaan dalam hal
mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan profesinya, karena
seorang bidan tidak boleh ketinggalan informasi jadi bidan harus up to date
karena ilmu pengetahuan tentang kebidanan semakin lama semakin meningkat dan canggih dengan tujuan untuk
mengurangi angka kematian ibu dan anak, dan kita sebagai seorang bidan dapat
memberikan asuhan yang bermutu dan berkualitas dengan mementingkan kenyamanan
dan keselamatan ibu dan anak dan untuk mengerapkan asuhan sayang ibu dan sayang
bayi, contoh : dulu untuk perawatan tali pusat bisa di kompres dengan betadine
dan alkohol untuk menghindari infeksi, tetapi sekarang menurut evidence based
sudah tidak perlu di kompres lagi cukup tali pusat di plaster saja agar tidak
mengenai air kencing untu mencegah infeksi, karena asuhan menunjukkan tidak
sayang bayi. Jadi bidan benar benar harus mengembangkan ilmu pengetahuannya
agar dapat memberikan asuhan yang bermutu dan berkualitas.
5. Kode Etik
Internasional No. 3 kewajiban
profesi bidan, point a :
“bidan menjamin
kerahasiaan informasi klien dan bertindak bijaksana dalam menyebarkan
informasi tersebut”.
Sama halnya dengan Kode Etik Nasional No.
2 kewajiban bidan terhadap tugasnya point c :
“setiap bidan
harus menjaga kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya,
kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlakukan sehubungan kepentingan
klien”.
Hal ini
didasari dari sumber PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 18 ayat 1 point e :
(1)
Dalam melaksanakan
praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk
e.
menyimpan rahasia
pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
Dan didasari
oleh Undang-Undang Perublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, pasal 57 ayat 1 dan 2 :
(1)
setiap orang berhak
atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2)
Ketentuan mengenai
hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku dalam hal :
a.
Perintah undang-undang;
b.
Perintah
pengadilan;
c.
Izin yang
bersangkutan;
d.
Kepentingan
masyarakat; atau
e.
Kepentingan orang
tersebut.
Analisis Persamaan
:
dari kode etik internasional dan kode etik nasional
memiliki persamaan, dalam hal menjaga privasi klien, karena sudah jelas menjaga
privasi klien harus di utamakan, bila kita tidak dapat menjaga privasinya kita
sebagai bidan bisa di tuntut kepengadilan oleh klien kita, karena sudah membuka
aibnya, kecuali bila diminta pengadilan untuk di jadikan bukti bila kita tertimpah
musibah yang memungkinkan harus membuka kerahasiaan pasien.
6. Kode Etik
Internasional pada No. 1
hubungan dengan perempuan sebagai klien, point d :
“bidan dalam
profesinya mendukung dan saling membantu dengan yang lain, secara aktif menjaga
diri dan martabat mereka sendiri”.
Kode Etik
Nasional pada No. 5 kewajiban terhadap
profesinya, point a :
“sebagai bidan harus menjaga nama baik dan menjungjung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat”.
Hal ini
didasari pada buku etika profesi dan
hukum kebidanan yanti, halaman 244 pada tujuan kode etik :
“menjunjung tinggi martabat dan citra profesi “image”
pihak luar ayau masyarakat terhadap suatu profesi perlu dijaga untuk mengcegah
pandangan merendahkan atau meremehkan profesi tersebut. Oleh karena itu, setiap
kode etik profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan atau kelakuan anggota
profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar sehingga kode
etik disebut juga “kode kehormatan”.
Analisis Persamaan
:
Dari kode etik internasional diatas memiliki persamaan
dengan kode etik nasioanal, Bidan dalam menjalankan tugasnya memang harus menjungjung
tinggi citra profesinya dan harus menjaga nama baik profesinya, agar kita
sebagai bidan tidak mencoreng nama organisasi kita, untuk menjaga nama baik
profesi, bisa dilakukan dengan cara memberikan asuhan yang bermutu dan
berkualitas berdasarkan kode etik dan standar kebidanan yang sudah tercantum.
7. Pada Kode Etik Internasional pada No. 4 peningkatan pengetahuan dan praktik kebidanan, point b :
“bidan
mengembangkan dan berbagi pengetahuan melalui berbagai proses, seperti peer
review dan penelitian”
kode etik
nasional pada No. 4 kewajiban bidan
terhadap profesinya, point c :
“setiap bidan senantiasa berperan serta, dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya
yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya”.
Hal ini di
dasari oleh sumber konsep kebidanan Dra.
Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 52
tentang tanggung jawab terhadap profesi :
“Bidan harus ikut serta dalam kegiatan organisasi bidan
dan badan resmi kebidanan. Untuk mengembangkan kemampuan keprofesiannya, bidan
harus mencari infoemasi tentang perkembangan kebidanan melalui media kebidanan,
seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya. semua bidan garus menjadi angggota
bidan. Bidan memiliki hak mengajukan suara dan pendapat tentang profesinya”.
Dan buku kebidanan asrinah halaman 87 peran bidan sebagai
peneliti/investigator, “bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan,
dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun kelompok”
Analisis Persamaan :
Dari kode etik internasional memiliki persamaan dengan
kode etik nasional, di mana dalam mengembangkan kemampuan profesinya, dapat
kita lakukan dengan cara penelitian atau investigasi salah satunya, agar dapat
mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan, menyusun rencana
kerja, agar bidan dapat memberikan asuhan sesuai kebutuhan klien dan bisa
memberikan asuhan secara berkesinambungan sesuai standar praktik kebidanan.
8. Kode Etik
Internasional pada No. 1
hubungan dengan perempuan sebagai klien, point a :
“bidan menghormati
hak pilih perempuan berdasarkan informasi dan meningkatkan penerimaan
tanggung jawab perempuan atas hasil dan pilihannya”.
Kode Etik
Nasional pada No. 1 kewajiban bidan
terhadap klien dan masyarakat , point d :
“setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati
hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat”.
Hal ini di
dasari pada sumber konsep kebidanan
asrinah hal 13 :
“prilaku profesional bidan “menggunakan model kemitraan
dalam bekerjasama dengan kaum perempuan atau ibu agar mereka dapat menentukan
pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta
persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya
sendiri””.
Dan didasari
oleh sumber PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 18 ayat 1 point a dan b :
(1)
Dalam melaksanakan
peraktik/kerja, bidan berkewajiban untuk
a.
Menghormati hak
pasien
b.
Memberikan
informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan.
Analisis Persamaan
:
Pada kode etik internasional diatas sama dengan kode etik
nasional dalam menghormati hak pasien, dalam menentukan pilihannya sesuai
kebutuhan dan masalah kesehatan yang di alami pasien itu, sudah sangat baik
sekali bila sudah mengedepankan hak pasien, karena bagaimanapun pasien adalah
raja yang harus dilayani semaksimal mungkin agar kita sebagai bidan juga
mendapatkan hasil maksimal dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan
berkualitas agar pasien merasa nyaman dan puas atas hasil kerja kita dan tidak
merugikan pasien, secara tidak langsung kita sudah menjaga nama baik dan nama
organisasi profesi kita juga.
3.2
Perbedaan Antara Kode Etik Internasional Dan Kode Etik
Nasional
1.
Kode etik kebidanan
disususn pertama kali pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI
ke-10 tahun 1988, diikuti dengan pengesahan petunjuk dalam Rapat Kerja Nasional
(Rakemas 1131)tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres Nasional
1131 ke-12 tahun 1998. Sebagai pedoman
dalam berprilaku, kode etik bidan indonesia mengandung beberapa kekuatan yang
semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan BAB kode etik terdiri dari 7 BAB
dibedakan atas 7 bagian, namun prinsip utamanya adalah sebagai berikut : kewajiban
terhadap klien dan masyarkat, kewajiban bidan terhadap tugasnya, kewajiban
bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, kewajiban bidan terhadap
profesinya, kewajiban bidan terhadap diri sendiri, kewajiban bidan terhadap
pemerintah, nusa bangsa, dan tanah air, penutup. Kode etik internasional Tujuan dari
Konfederasi Internasional Bidan (ICM) adalah untuk meningkatkan standar
perawatan diberikan kepada
perempuan, bayi dan keluarga di
seluruh dunia melalui pemanfaatan
pengembangan, pendidikan dan tepat bidan profesional.
Di Sesuai
dengan tujuan ini, ICM menetapkan
kode berikut untuk
membimbing pendidikan, praktek
dan penelitian bidan. Kode ini mengakui
perempuan sebagai orang dengan hak
asasi manusia, mencari keadilan bagi semua orang dan keadilan dalam akses ke perawatan
kesehatan, dan didasarkan
pada hubungan saling menghormati, kepercayaan, dan martabat semua
anggota masyarakat. Kode
alamat mandat etika
bidan dalam mencapai tujuan dan
Tujuan dari ICM berkaitan dengan bagaimana bidan berhubungan dengan orang lain, bagaimana mereka berlatih kebidanan, bagaimana mereka menjunjung tinggi tanggung jawab profesional dan tugas, dan bagaimana mereka
bekerja untuk menjamin integritas profesi kebidanan yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran pengetahuan dan praktek kebidanan.
Tujuan dari ICM berkaitan dengan bagaimana bidan berhubungan dengan orang lain, bagaimana mereka berlatih kebidanan, bagaimana mereka menjunjung tinggi tanggung jawab profesional dan tugas, dan bagaimana mereka
bekerja untuk menjamin integritas profesi kebidanan yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran pengetahuan dan praktek kebidanan.
2. Pada Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point b :
“bidan bekerja dengan perempuan, mendukung hak mereka
berpartisipasi aktif dalam memutuskan pelayanan bagi diri mereka dan kesehatan
perempuan serta keluarganya di masyarakat”.
Analisis
Perbedaan :
kode etik internasional berbeda dengan kode etik nasional
dimana kalau di luar negeri sudah mengedepankan hak perempuan, dan mengutamakan
perempuan sebagai fokus utama pelayanan kebidanan, dalam mengambil setiap
keputusan atas masalah kesehatan yang terjadi pada dirinya serta keluarganya di
masyarakat, agar dia dapat menentukan bagaimana pemecahan masalah yang dia
hadapi dengan haknya sebagai perempuan. Sedangkan di indonesia belum menerapkan
hak perempuan ini sepenuhnya karena kebudayaan sangat berpengaruh di indonesia,
jadi hak perempuan ini masih diabaikan dan dianggap rendah, bahkan yang
berpengaruh dalam, pengambilan keputusan adalah suami atau orang tuanya, kita
sebagai bidan seharusnya bisa menjunjung tinggi hak perempuan secara perlahan
tetapi tetap harus menghormati budaya yang ada di masyarakat, jadi kode etik
internasional sangat baik sekali dalam menjunjung tinggi hak perempuan.
3. Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien,
point c :
“bidan bekerja sama dengan perempuan, pemerintah dan
lembaga donor untuk menilai kebutuhan perempuan terhadap pelayanan kesehatan
serta menjamin pengalokasian sumber daya
secara adil dengan mempertimbangkan prioritas dan ketersediaan”.
Hal ini berbeda dengan Kode Etik Nasional, disasari pada PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 16 ayat 1 :
“pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah, dan
pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III
kebidanan”.
Dan didasari
oleh Undang-Undang Perublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, pasal 16 :
“pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat keseahtan setinggi-tingginya”.
Analisis Perbedaan
:
Dari kode etik diatas memuliki perbedaan yaitu dalam
menjamin pengaloksian sumber daya secara adil dengan mempertimbangkan prioritas
dan ketersediaan. kode etik di luar negeri sudah sangat baik dalam menjamin
ketersediaan sumber daya secara adil
dalam meningkatkan kesehatan secara maksimal dan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu dan anak, tetapi
di indonesia masih belum merata dalam menjamin pengaloksian. Padahal sudah
jelas-jelas tercantum di undang-undang no.36 tahun 2009 pasal 16 bahwa
pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan
yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, tapi masih saja ketersediaan sumber daya di bidang
kesehatan masih belum merata di setiap kota, bahkan desa maka dari itu
pemerintah mengeluarkan undang-undang dalam permenkes1464 pasal 16 ayat 1 “pada
daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah, dan pemerintah daerah harus
menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III kebidanan”, meskipun
sumber daya di indonesia dalam bidang kesehatan masih belum memungkinkan untuk merata
dalam hal kuantitas,tetapi kualitas setiap tenaga kesehatan harus di tingkatkan
dan terjamin dalam menjamin kesehatan masyarakat khususnya ibu dan anak, maksudnya di permenkes sudah jelas bahwa bila
di daerah tidak ada dokter, pemerintah daerah harus menempatkan bidan minimal
pendidikan diploma 3 kebidanan agar dapat memeberikan pelayanan kesehatan yang
maksimal, meskipun pemerintah masih belum bisa menempatkan tenaga kesehatan
secara merata, sekarang pemerintah sedang berusaha atau berupaya untuk terus
meningkatkan sumber daya dan ketersediaan dibidang kesehatan.
4. Kode Etik
Internasional pada No. 4
peningkatan pengetahuan dan peraktek kebidanan, point c :
“bidan berpartisipasi dalam pendidikan formal siswi
kebidanan dan bidan”.
Analisis Perbedaan
:
Dari kode etik internasional diatas jelas bahwa bidan
berpartisipasi dalam pendidikan formal siswi kebidanan dan bidan, mereka
membimbing siswi kebidanan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya
karena mereka tahu bahwa siswi ini nantinya akan menjadi seorang bidan, yang
akan membawa nama bidan ke arah mana baikkah atau buruk, menjaga nama baik
profesikah atau sebaliknya. Maka dari itu mereka bertanggung jawab dalam membimbing
siswi kebidanan, namun sebaliknya di indonesia memang bidan membimbing siswi
kebidanan tetapi masih mendarah daging senioritas di indonesia ini, mereka
lebih mementingkan senioritas dan terkadang kurang dalam membimbing siswinya
bagaimana kita bisa menjadi bidan yang baik dan bermutu bila yang memberi
contoh seperti itu maka yang di bimbingpun akan mengikuti sikap dan prilaku
yang sama sepertinya, lalu apakah kita bisa mengubah senioritas yang sudah
mendarah daging ini? Bagaimana siswi bidan dapat menyerap pengetahuan dan
keterampilan darinya bila seniornya menunjukan sikap tidak ramah, tapi
terkadang ada juga bidan yang baik dan mau membimbing siswi kebidanan, tetapi
tetap saja mereka merasa bahwa banyak sekali bidan yang memiliki rasa
senioritas yang tinggi, karena mereka lebih menilai sisi negatifnya di bandingkan
sisi positifnya, karena itu bila ingin menciptakan penerus yang berkompeten dan
bermutu seharusnya bisa dimulai dari diri sendiri dan dari orang yang
memberikan contoh kepadanya, agar kita bisa saling mengkoreksi kesalahan dan
kekurangan, kemudian di jadikan suatu pelajaran untuk penerus kita kelak bahwa
buang semua yang buruknya dan serap yang baiknya.
5. Kode Etik
Internasional pada No. 3
kewajiban profesi bidan, point b :
“bidan bertanggung
jawab atas keputusan dan tindakan mereka, terpercaya atas hasil asuhan bagi
perempuan”.
Analisis
Perbedaan :
Dari kode etik internasional di atas memang berbeda
dengan kode etik nasional, karena di kode etik nasional tidak tercantum, tetapi
pada buku konsep kebidanan asrinah halaman 11 tercantum “bidan bertanggujawab
dan bertanggung gugat terhadap keputusan-keputusan yang di buat dan asuhan yang
diberikan”, walaupun tidak secara langsung ada di kode etik nasionalnya tetapi
sebenarnya secara tidak langangsung sudah tercantum dalam praktik kebidanan,
yang membedakan di sini penerapannya atau perimplementasiannya, bagaimana
seorang bidan dalam melakukan tanggung jawabnya atas keputusan dan tindakan
yang telah mereka ambil dalam memberikan asuhan bagi perempuan yang bermutu dan
berkualitas tidak melewati jalur kode etik dan standar kompetensi bidan yang
sudah di tentukan, serta bidan juga dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat
bertanggung jawab dalam mengambil keputusan kapan dan ke mana berkonsultasi,
bekerjasama atau merujuk atas dasar standar praktik dan prosedur yang berlaku.
6. Kode Etik
Internasional pada No. 2 praktek
kebidanan, point e :
“bidan bertindak sebagai role mode (panutan) dengan promosi
kesehatan untuk perempuan sepanjang siklus hidupnya, untuk keluarga dan untuk
profesi kesehatan lainnya”
Analisis
Perbedaan :
Dari kode etik internasional diatas memiliki perbedaan
dengan kode etik nasional, menurut buku konsep kebidanan arsinah hal 11 tentang
praktek kebidanan di katakan “pelayanan kebidanan berfokus pada upaya
pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan
kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan
kegawatdaruratan”. Bila di internasional bidan menjadi panutan dalam promosi
kesehatan untuk perempuan sepanjang siklus kehidupannya, keluarga dan untuk
profesi kesehatan lainnya, sudah sangat baik. Bila di nasional menurut pendapat
saya masih belum terlealisasi untuk bidan sebagai panutan, karena bidan
nasional lebih kepada pelayanannya yang berfokus pada pencegahan, promosi dan
lain sebagainya, walaupun belum bisa menjadi panutan, tapi lebih mengarah
kepada pelayanan menurut saya sudah baik karena bagaimanapun caranya tujuannya
sama yaitu untuk memberikan asuhan yang bermutu dan berkualitas sesuai
kewenangan yang dimilikinya, dan memberikan rasa aman dan puas bagi klien, bila
memang di kode etik nasional tidak ada kita bisa mengadobnya, karena bidan
adalah salah satu tenaga kesehatan yang dapat di jadikan panutan di masyarakat,
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
7. Kode Etik
Internasional pada No.3
kewajiban profesi bidan, point d :
“bidan memahami akibat buruk pelanggaran etik dan HAM
bagi kesehatan perempuan dan anak dan menghapuskan pelanggaran ini”.
Analisis Perbedaan
:
Dari kode etik internasional di atas terdapat perbedaan
antara kode etik nasional, pada kode etik internasional tertera bahwa bidan
memahami akibat buruk pelanggaran etik dan HAM bagi kesehatan perempuan dan
anak dan menghapuskan pelanggaran ini. Jadi dari pelanggaran etik dan HAM bisa
menyebabkan kesehatan perempuan dan anak menjadi terancam. jadi, sebagai seorang bidan harus memahami betul
bila ada pelanggaran-pelanggaran etik dan HAM sebisa mungkin menghapus
pelanggaran itu, beda halnya dengan nasional, walaupun di dalam kode etik
nasional tidak ada sebenarnya dalam diri bidan sudah ada pemahaman seperti itu,
tetapi budaya lah yang tidak dapat membebaskan perempuan. Oleh karena itu,
itulah yang membedakan antara kode etik internasional dan kode etik nasional,
walaupun tidak ada di dalam kode etik nasional, tetap memahami akibat buruk
pelanggaran etik dan HAM, sesuai pada buku konsep kebidanan arsinah, halaman 13
tentang prilaku profesi bidan : berpegang teguh pada filosofi, etika profesi, dan
aspek legal. Jadi secara tidak langsung bidan sudah harus memahami betul
bagaimana akibat buruk pelanggaran etik dan HAM bagi kesehatan perempuan dan
anak dan menghapuskan pelanggaran ini. Dan melakukan asuhan atau pelayanan
dengan hati-hati serta menghargai HAM pada perempuan dan anak.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
kode etik nasional yang memiliki 7 BAB kode etik dibedakan atas 7 bagian, namun
prinsip utamanya adalah sebagai berikut : kewajiban terhadap klien dan
masyarkat, kewajiban bidan terhadap tugasnya, kewajiban bidan terhadap sejawat
dan tenaga kesehatan lainnya, kewajiban bidan terhadap profesinya, kewajiban
bidan terhadap diri sendiri, kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa,
dan tanah air, penutup. Sedangkan kode etik internasional kebidanan yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan
sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran
pengetahuan dan praktek kebidanan
Kode
etik nasional dan kode etik internasional diatas memiliki serangkaian persamaan
maupun berbedaan dimana mereka saling mempengaruhi untuk memberikan pelayanan
yang bermutu dan berkualitas. Persamaan yang mendasari atas sumber yang ada
mencirikan bahwa kode etik nasional juga tidak beda jauh dengan kode etik
internasional berarti sudah jelas bahwa kode etik nasional juga bisa memberikan
pelayanan yang bekualitas dan bermutu dengan berpedoman pada kode etik, manun
di sini juga terdapat perbedaan di mana di dalam kode etik nasional tidak ada
tapi di kode etik internasional ada, begitu pula sebaliknya apa yang di kode
etik nasional ada di internasional tidak ada. Dengan serangkaian sumber yang
sudah dicari, terkadang juga ada perbedaan yang terletak pada
perimplementasiannya dimana di nasional masih belum bisa dilakukan mungkin
karena ada alasan tertentu dimana masih belum bisa dilakukan. Untuk itu penting
sekali dalam memberikan pelayanan yang aman, nyaman dan berkualitas dengan
berpedoman pada kode etik, standar praktik kebidanan. Dengan berpedoman pada
itu walau terdapat banyak perbedaan, sudah dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang terbaik dan bermutu sesuai kemampuan kita sebagai bidan.
4.2 Saran
Setiap bidan harus
senantiasa melaksanakan tugasnya bukan hanya menghayati tetapi juga mengamalkan
kode etik ini dalam memberikan asuhan yang berkualitas dan bermutu, bila di
kode etik nasional tidak terdapat pada kode etik internasional kita dapat mengadopnya,
begitu pula sebaliknya. Karena kita juga sebagai bidan tidak bisa hidup sendiri
dan seenaknya memberikan asuhan kebidanan, semuanya ada batasnya sampai dimana
kewenangan bidan, maka dari itu di buatlah kode etik agar kita tahu bagaimana
tanggung jawab bidan dalam menjalankan prektiknya di berbagai tatanan pelayanan
termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan
lainnya.dan bagaimana bidan bisa menjaga nama baik profesinya agar tidak
tercoreng.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yanti,
S.S.T M.keb DKK.2010.etika prifesi dan
hukum kebidanan.yogyakarta:pustaka rihama
2. PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
3. UNDANG-UNDANG PERUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATAN
4. Asrinah, dkk.2010.konsep
kebidanan.yogyakarta:graha ilmu
5. Dra.Hj. soepardan, suryani dipl.M,MM.2008.konsep kebidanan.jakarta:EGC
6. standar
kompetensi bidan indonesia, IBI dan assosiasi
institusi pendidikan kebidanan indonesia (www.hpeq.dikti.go.id)