poltekkes banten

poltekkes banten

Selasa, 17 Juni 2014

ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KODE ETIK BIDAN NASIONAL DAN KODE ETIK BIDAN INTERNASIONAL


MAKALAH MATA KULIAH ETIKOLEGAL
ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN
KODE ETIK BIDAN NASIONAL DAN KODE ETIK BIDAN INTERNASIONAL





DISUSUN OLEH:
RIKA PRAISTI


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEBIDANAN RANGKASBITUNG



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Analisis Perbedaan dan Persamaan Kode Etik Bidan Nasional dan Kode Etik Bidan Internasional”.
Penulisan makalah ini  merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk Ujian Tengah Semester (UTS)  tugas mata Kuliah Etikolegal.
            Dalam Penulisan makalah ini Saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang Saya miliki . Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat Saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.Dalam penulisan makalah ini Saya menyampaikan ucapan terima kasih  kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah  ini, khususnya kepada :
1.      Ibu Darti Rumiatun selaku ketua jurusan kebidanan RangkasBitung
2.      Bunda Agnes F Sihombing selaku Dosen mata kuliah Etikolegal
3.      Teman-teman Saya yang telah membantu saya dalam penulisan makalah ini
Akhirnya Saya  berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.




Rangkasbitung,  April 2013


                                                                                                                                      (Penulis)




i


Daftar Isi

KATA PENGANTAR
...............................
i



DAFTAR ISI
...............................
ii



BAB I PENDAHULUAN
...............................
1



    1.1. LATAR BELAKANG
...............................
1



    1.2. RUMUSAN MASALAH
...............................
1



    1.3. TUJUAN PENULISAN
...............................
2



    1.4 MANFAAT PENULISAN
...............................
2



BAB II LANDASAN TEORI KODE ETIK PROFESI KEBIDANAN
...............................
3



    2.1 KODE ETIK BIDAN NASIONAL
...............................
3



    2.2 KODE ETIK BIDAN INTERNASIONAL
...............................
5



BAB III PEMBAHASAN
...............................
7



    3.1 ANALISIS PERSAMAAN KODE ETIK NASIONAL DAN INTERNASIONAL
..............................
7



    3.2 ANALISIS PERBEDAAN KODE ETIK NASIONAL DAN INTERNASIONAL
...............................
11



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
...............................
15



    4.1 KESIMPULAN
...............................
15



    4.2 SARAN
...............................
15



BAB V DAFTAR PUSTAKA
...............................
16








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pola pikir manusia indonesia dari tahun ketahun terus berkembang sejalan dengan pertumbungan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dari hari kehari semakin cepat sehubungan dengan derasnya era informasi. Kemajuan tersebut menyebabkan timbulnya  berbagai permasalahan antara lain mahalnya pelayanan medik. Selain itu terjadi pula perubahan tata nilai dalam masyarakat, yaitu masyarakat semakin kritis memandang masalah yang ada termasuk menilai pelayanan yang diperolehnya.
Saat ini masyarakat acap kali merasakan ketidak puasan terhadap pelayanan bahkan tidak menutup kemungkinan mengajukan tuntutan kemuka pengadilan. Apabila seorang bidan merugikan pasien dan dituntut oleh pasien tersebut akan merugikan, merugikan berita yang menarik dan tersebar luas di masyarakat melalui media elektronik dan media massa lainnya. Hal tersebut menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Untuk itu dibutuhkan suatu pedoman yang menyeluruh dan itegratif tentang sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan. Pedoman ini sudah ada yaitu kode etik bidan. Kode etik bidan indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam kongres nasional ikatan bidan indonesia X tahun 1988, seang petunjuk pelaksanaannya di sahkan dalam rapat kerja nasional (rekernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada kongres nasional IBI ke XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam perilaku, kode etik bidan indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan dan bab. Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab. Sedangkan Kode etik internasional Tujuan dari Konfederasi Internasional Bidan (ICM) adalah untuk meningkatkan standar perawatan diberikan kepada perempuan, bayi dan keluarga di seluruh dunia melalui pemanfaatan pengembangan, pendidikan dan tepat bidan profesional. Di Sesuai dengan tujuan ini, ICM menetapkan kode berikut untuk membimbing pendidikan, praktek dan penelitian bidan. Kode ini mengakui perempuan sebagai orang dengan hak asasi manusia, mencari keadilan bagi semua orang dan keadilan dalam akses ke perawatan kesehatan, dan didasarkan pada hubungan saling menghormati, kepercayaan, dan martabat semua anggota masyarakat. Kode alamat mandat etika bidan dalam mencapai tujuan dan
Tujuan dari ICM berkaitan dengan bagaimana bidan berhubungan dengan orang lain,
bagaimana mereka berlatih kebidanan, bagaimana mereka menjunjung tinggi tanggung jawab profesional dan tugas, dan bagaimana mereka
bekerja untuk menjamin integritas profesi kebidana
n yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran pengetahuan dan praktek kebidanan.

1.2  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui persamaan antara kode etik internasional dan kode etik nasional
2.      Untuk mengetahui perbedaan antara kode etik internasional dan kode etik nasional




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1       Kode Etik Profesi Bidan Indonesia
Kode etik kebidanan disususn pertama kali pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI ke-10 tahun 1988, diikuti dengan pengesahan petunjuk dalam Rapat Kerja Nasional (Rakemas 1131)tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres Nasional 1131 ke-12 tahun 1998. Operasionalisasi kode etik dibagi menjadi bab, namun prinsip utamanya adalah sebagai berikut :
1.      Kewajiban terhadap klien dan masyarakat.
Kewajiban untuk memprioritaskan kebutuhan dan menghormati hak-hak klien, serta menghormati norma yang berlaku dimasyarakat
a)      Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi ,menghayati dan mengamalkan sumpah jabatanya dalam melaksanakan pengabdiannya.
b)      Setiap bidan dalam menjalani profesinya menjungjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c)      Setiap bidan yang menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
d)     Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
e)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan indentitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f)       Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatanya secara optimal.



2.      Kewajibanya terhadap tugasnya.
Kewajiban untuk menyediakan asuhan bagi perempuan dan keluarga yang sesuai dengan kompetensi bidan, melakukan konsultasi dan rujukan ketika klien memebutuhkan asuhan diluar kompetensi bidan dan menjaga kerahasiaan informasi klien untuk melindungi hak pribadi, kecuali bila diminta oleh pengadilan.
a)      Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebtuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b)      Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
c)      Setiap bidan harus menjaga kerahasiakan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlakukan sehubungan kepentingan klien.
3.      Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Kewajiban mendukung sejawat dan profesi kesehatan lainya.
a)      Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
b)      Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainya.
4.      Kewajiban bidan terhadap profesinya
Kewajiban untuk menjaga nama baik dan menjungjung tinggi citra profesi
a)      Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
b)      Setiap bidan harus senantiasa mengembangakan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c)      Setiap bidan senantiasa berperan serta, dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.


5.      Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
kewajiban untuk mengembangkan pengetahuan dan praktek kebidanan
a)      Setiap bidan harus menjaga/memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
b)      Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6.      Kewajiban bidan terhadap Pemerintah, Nusa Bangsa dan Tanah Air.
Kewajiban Berpartisipasi dalam melaksanakan kebijakan pemerintah, terutama kesehatan ibu dan anak, termasuk kesehatan keluarga dan masyarakat
a)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA-KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
b)      Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA-KB dan kesehatan keluarga.
7.      Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan KODE ETIK BIDAN INDONESIA.
2.2       Kode Etik Profesi Bidan Internasional
Kode etik ini menghargai perempuan berdasarkan HAM, mencari keadilan untuk semua dan keadilan  dalam memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan dan di dasarkan atas hubungan yang saling menguntungkan dengan penuh hormat, percava dan bermartabat bagi seluruh anggota masyarakat
Operasionalisasi kode etik kebidanan dibagi :
1.      Hubungan dengan perempuan sebagai klien
·         Bidan menghormati hak pilih perempuan berdasarkan informasi dan meningkatkan penerimaan tanggung jawab perempuan atas hasil dan pilihanya
·         Bidan bekerja dengan perempuan, mendukung hak mereka untuk berpartisipasi aktif dalam memutuskan pelayanan bagi diri mereka dan kesehatan perempuan serta keluarga di masyarakat
·         Bidan bekerjasama dengan perempuan, pemerintah dan lembaga donor untuk menilai kebutuhan perempuan terhadap pelayanan kesehatan serta menjamin pengalokasian sumber daya secara adil dengan mempertimbangkan prioritas dan ketersediaan.
·         Bidan dalam profesinya mendukung dan saling membantu dengan yang lain, secara aktif manjaga diri dan martabat mereka sendiri.
·         Bidan bekerjasama dengan profesi kesehatan lain, berkonsultasi dan melakuakan rujukan bila perempuan memerlukan asuhan diluar kompetensi bidan
·         Bidan mengenali adanya saling ketergantungan dalam memberikan pelayanan dan secara aktif memecahkan konflik yang ada
·         Bidan berkewajiban atas diri mereka sebagai manuasia bermoral termasuk tugas  untuk menghormati diri sendiri dan menjaga nama baik.
2.      Praktek Kebidanan
·         Bidan memberikan asuhan bagi perempuan dan keluarga yang mengasuh anak, dengan rasa hormat atas keberagaman budaya dan berupaya untuk menghilangkan praktek yang berbahaya (mis. Praktek sunat perempuan)
·         Bidan memberikan harapan nyata suatu persalianan bagi perempuan di masyarakat dengan harapan minimal tidak ada perempuan yang menderita akibat konsepsi atau persalinan.
·         Bidan harus menerapkan pengetahuan profesi untuk menjamin persalinan aman
·         Bidan merespon kebutuhan psikologi, fisik, emosi dan spiritual perempuan yang mencari pelayanan kesehatan , apapun kondisinya
·         Bidan bertindak sebagai  Role Model (panutan) dalam promosi kesehatan untuk perempuan sepanjang siklus hidupnya, untuk keluarga dan untuk profesi kesehatan lainnya.
·         Bidan secara aktif mengembangkan intelektual dan profesi sepanjang karir kebidanan, memadukan pengembanhgan ini kedalam praktek mereka.

3.      Kewajiban Profesi Bidan
·         Bidan menjamin kerahasiaan Informasi klien dan bertindak bijaksana dalam informasi tersebut
·         Bidan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka, terpercaya atas hasil asuhan bagi perempuan
·         Bidan diperkenalkan untuk menolak ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang bertentangan dengan moral namun menekankan  pada kesadaran individu untuk tidak mengabaikan pelayanan kesehatan esensial bagi perempuan
·         Bidan memahami akibat buruk pelanggaran etik dan HAM bagi kesehatan perempuan dan anak dan menghapuskan pelanggaran ini
·         Bidan berpartisipasi dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan yang mempromosikan kesehatan perempuan dan keluarga yang mengasuh anak
4.      Peningkatan Pengetahuan dan Praktek kebidanan
·         Bidan menjamin bahwa peningkatan pengetahuan kebidanan di dasari oleh aktivitas yang melindungi hak perempuan sebagai manusia
·         Bidan mengembangakan dan berbagi pengetahuan melalui berbagai proses, seperti peer review dan penelitian .
·         Bidan berpartisipasi dalam pendidikan formal siswi kebidanan dan bidan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Persamaan Antara Kode Etik Internasional Dan Kode Etik Nasional
1.       Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point e :

“Bidan bekerja sama dengan profesi kesehatan lain, berkonsultasi dan melakukan rujukan bila perempuan memerlukan asuhan diluar kompetensi bidan”.
Kode Etik Nasional pada No. 2 kewajiban terhadap tugasnya, point b :
 “Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk mengadakan konsultasi dan atau rujukan”.
Hal ini didasari pada buku konsep kebidanan Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 5 tentang pelayanan kebidanan :
“layanan rujukan, merupakan asuhan kebidanan yang dilakukan dengan menyerahkan tanggung jawab kepada dokter, ahli dan/atau tenaga kesehatan profesional lainnya untuk mengatasi masalah kesehatan klien di luar wewenang bidan dalam rangka menjamin kesejahteraan ibu dan anaknya”.
Dan di dasari dari sumber buku konsep kebidanan Asrinah pada halaman 13 tentang prilaku profesional bidan :
“Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan”.
Dan didasari oleh PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 18 ayat 1 point c :
“merujuk kasus yang bukan wewenangnya atau tidak dapat di tangani dengan tepat”.
Analisis Persamaan :
Dari kode etik di atas terdapat persamaan dalam hal melakukan konsultasi dan rujukan bila mendapat kasus di luar kewenangan bidan, Pendapat saya memang seharusnya seorang bidan melakukan konsultasi dan rujukan bila menemukan klien dengan kasus di luar wewenang kita, karna sudah jelas bahwa kita sebagai bidan dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai wewenang, strandar praktik dan kode etik yang sudah berlaku dalam peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1464/menkes/per/X/2010 dan undang-undang republik indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2.      Kode Etik Internasional pada No. 2 praktik kebidanan, point a :

“Bidan memberikan asuhan bagi perempuan dan keluarga yang mengasuh anak, dengan rasa hormat atas keberagaman budaya dan berupaya untuk menghilangkan praktik yang berbahaya (Mis. Praktik sunat perempuan)”.

Kode Etik Nasional pada No. 1 kewajiban bidan terhadap masyarakat, point d :

“Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat”.

Hal ini di dasari dari standar kompetensi bidan indonesia, IBI dan assosiasi institusi pendidikan kebidanan indonesia (www.hpeq.dikti.go.id)

Dalam konsep utama kebidanan “Memiliki sensitifitas budaya, termasuk bekerja dengan perempuan dan petugas kesehatan lain untuk mengatasi kebiasaan budaya pada praktik yang merugikan perempuan dan bayi”.

Dan didasari dari sumber buku etika profesi dan hukum kebidanan yanti, halaman 122
Standar pelayanan umum, standar 1 : perisapan untuk kehidupan keluarga sehat, point 2 : proses
“bidan harus menghormati adat istiadat setempat/perorangan ketika memberikan penyuluhan dan berikan dukungan untuk kebiasaan tradisional yang positif. (namun, perlu dicegah mitos atau tabu yang membahayakan kehamilan, persalinan, dan perawatan anak)”.

Analisis Persamaan :

Dari kode etik nasional dan internasional memiliki persamaan dalam hal menghilangkan budaya praktik yang merugikan dan berbahaya agar tidak ada lagi peningkatan kematian ibu dan anak akibat budaya masyarakat yang merugikan, dalam menjalankan tugasnya bidan senantiasa memberikan asuhan bagi perempuan dan keluarga untuk menghilangkan budaya praktik yang merugikan, sedikit demi sedikit bidan bisa melakukan pendekatan secara perlahan-lahan, tetapi tetap harus menghargai dan menghormati nilai-nilai atau budaya yang berada di masyarakat.

Di dasari juga pada sumber konsep kebidanan asrinah, halaman 13, tentang perilaku profesional bidan :

“menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak”.

3.       Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point f :
bidan mengenali adanya saling ketergantungan dalam memberikan pelayanan dan secara aktif memecahkan konflik yang ada”.
indonesia menganut pernyataan di atas juga, Hal ini didasari pada buku konsep kebidanan Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 53 tentang tanggung jawab bidan :
“Bidan adalah anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, bidan turut bertanggung jawab dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat (mis. Lingkungan yang tidak sehat, penyakit menular, masalah gizi terutama yang menyangkut kesehatan ibu dan anak). Baik secara mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain, bidan secara mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain, bidan berkewajiban memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Bidan harus memelihara kepercayaan masyarakat”.

Analisis Persamaan :

Dari  kode etik internasional di atas sama dengan kode etik nasional, bidan saling ketergantungan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan tenaga kesehatan lain atau masyarakat langsung sebagai sasaran primer agar dapat memecahkan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian yang kian lama kian meninggi. Dengan meminta partisipasi dari masyarakat untuk ikut andil dalam meningkatkan kesehatan di lingkungannya.

4.      Kode Etik Internasional pada No. 2 praktek kebidanan, point f :

“bidan secara aktif mengembangkan intelektual dan profesi sepanjang karir kebidanan, memadukan pengembangan ini ke dalam praktek mereka”.

Kode Etik Nasional pada No. 4 kewajiban bidan terhadap profesinya, point b :

“setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”.

Kode Etik Nasional pada No.5 kewajiban bidan terhadap diri sendiri, point b :

“setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Hal ini Didasari dari sumber PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pada pasal 10 ayat 2 :

“bidan dalam menjalankan praktiknya senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidan tugasnya”.

Dan didasari oleh sumber buku konsep kebidanan Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 51 tentang tanggung jawab terhadap pengembangan kompetensi :

“setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan profesionalnya. Oleh karena itu, bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mengikuti pelatihan, pendidikan berkelanjutan, seminar serta pertemuan ilmiah lainnya.

Dan didasari oleh Undang-Undang Perublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 27 ayat 2 :

“tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki”.

Analisis Persamaan :

Dari kode etik nasional dan internasional di atas terdapat persamaan dalam hal mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan profesinya, karena seorang bidan tidak boleh ketinggalan informasi jadi bidan harus up to date karena ilmu pengetahuan tentang kebidanan semakin lama semakin meningkat dan canggih dengan tujuan untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak, dan kita sebagai seorang bidan dapat memberikan asuhan yang bermutu dan berkualitas dengan mementingkan kenyamanan dan keselamatan ibu dan anak dan untuk mengerapkan asuhan sayang ibu dan sayang bayi, contoh : dulu untuk perawatan tali pusat bisa di kompres dengan betadine dan alkohol untuk menghindari infeksi, tetapi sekarang menurut evidence based sudah tidak perlu di kompres lagi cukup tali pusat di plaster saja agar tidak mengenai air kencing untu mencegah infeksi, karena asuhan menunjukkan tidak sayang bayi. Jadi bidan benar benar harus mengembangkan ilmu pengetahuannya agar dapat memberikan asuhan yang bermutu dan berkualitas.

5.      Kode Etik Internasional No. 3 kewajiban profesi bidan, point a :

bidan menjamin kerahasiaan informasi klien dan bertindak bijaksana dalam menyebarkan informasi tersebut”.

Sama halnya dengan Kode Etik Nasional No. 2 kewajiban bidan terhadap tugasnya point c :

setiap bidan harus menjaga kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlakukan sehubungan kepentingan klien”.

Hal ini didasari dari sumber PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 18 ayat 1 point e :

(1)   Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk
e.       menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

Dan didasari oleh Undang-Undang Perublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 57 ayat 1 dan 2 :
(1)   setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2)   Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal :
a.       Perintah undang-undang;
b.      Perintah pengadilan;
c.       Izin yang bersangkutan;
d.      Kepentingan masyarakat; atau
e.       Kepentingan orang tersebut.

Analisis Persamaan :

dari kode etik internasional dan kode etik nasional memiliki persamaan, dalam hal menjaga privasi klien, karena sudah jelas menjaga privasi klien harus di utamakan, bila kita tidak dapat menjaga privasinya kita sebagai bidan bisa di tuntut kepengadilan oleh klien kita, karena sudah membuka aibnya, kecuali bila diminta pengadilan untuk di jadikan bukti bila kita tertimpah musibah yang memungkinkan harus membuka kerahasiaan pasien.

6.      Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point d :

bidan dalam profesinya mendukung dan saling membantu dengan yang lain, secara aktif menjaga diri dan martabat mereka sendiri”.

Kode Etik Nasional pada No. 5 kewajiban terhadap profesinya, point a :

“sebagai bidan harus menjaga nama baik dan menjungjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat”.

Hal ini didasari pada buku etika profesi dan hukum kebidanan yanti, halaman 244 pada tujuan kode etik :
“menjunjung tinggi martabat dan citra profesi “image” pihak luar ayau masyarakat terhadap suatu profesi perlu dijaga untuk mengcegah pandangan merendahkan atau meremehkan profesi tersebut. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar sehingga kode etik disebut juga “kode kehormatan”.

Analisis Persamaan :

Dari kode etik internasional diatas memiliki persamaan dengan kode etik nasioanal, Bidan dalam menjalankan tugasnya memang harus menjungjung tinggi citra profesinya dan harus menjaga nama baik profesinya, agar kita sebagai bidan tidak mencoreng nama organisasi kita, untuk menjaga nama baik profesi, bisa dilakukan dengan cara memberikan asuhan yang bermutu dan berkualitas berdasarkan kode etik dan standar kebidanan yang sudah tercantum.

7.      Pada Kode Etik Internasional pada No. 4 peningkatan pengetahuan dan praktik kebidanan, point b :

bidan mengembangkan dan berbagi pengetahuan melalui berbagai proses, seperti peer review dan penelitian”

kode etik nasional pada No. 4 kewajiban bidan terhadap profesinya, point c :

“setiap bidan senantiasa berperan serta, dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya”.

Hal ini di dasari oleh sumber konsep kebidanan Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM pada hal 52 tentang tanggung jawab terhadap profesi :

“Bidan harus ikut serta dalam kegiatan organisasi bidan dan badan resmi kebidanan. Untuk mengembangkan kemampuan keprofesiannya, bidan harus mencari infoemasi tentang perkembangan kebidanan melalui media kebidanan, seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya. semua bidan garus menjadi angggota bidan. Bidan memiliki hak mengajukan suara dan pendapat tentang profesinya”.

Dan buku kebidanan asrinah halaman 87 peran bidan sebagai peneliti/investigator, “bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan, dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun kelompok”

Analisis Persamaan :

Dari kode etik internasional memiliki persamaan dengan kode etik nasional, di mana dalam mengembangkan kemampuan profesinya, dapat kita lakukan dengan cara penelitian atau investigasi salah satunya, agar dapat mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan, menyusun rencana kerja, agar bidan dapat memberikan asuhan sesuai kebutuhan klien dan bisa memberikan asuhan secara berkesinambungan sesuai standar praktik kebidanan.

8.      Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point a :
bidan menghormati hak pilih perempuan berdasarkan informasi dan meningkatkan penerimaan tanggung jawab perempuan atas hasil dan pilihannya”.
Kode Etik Nasional pada No. 1 kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat , point d :
“setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat”.
Hal ini di dasari pada sumber konsep kebidanan asrinah hal 13 :
“prilaku profesional bidan “menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan kaum perempuan atau ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri””.
Dan didasari oleh sumber PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 18 ayat 1 point a dan b :
(1)   Dalam melaksanakan peraktik/kerja, bidan berkewajiban untuk
a.       Menghormati hak pasien
b.      Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan.
Analisis Persamaan :
Pada kode etik internasional diatas sama dengan kode etik nasional dalam menghormati hak pasien, dalam menentukan pilihannya sesuai kebutuhan dan masalah kesehatan yang di alami pasien itu, sudah sangat baik sekali bila sudah mengedepankan hak pasien, karena bagaimanapun pasien adalah raja yang harus dilayani semaksimal mungkin agar kita sebagai bidan juga mendapatkan hasil maksimal dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas agar pasien merasa nyaman dan puas atas hasil kerja kita dan tidak merugikan pasien, secara tidak langsung kita sudah menjaga nama baik dan nama organisasi profesi kita juga.

3.2  Perbedaan Antara Kode Etik Internasional Dan Kode Etik Nasional


1.      Kode etik kebidanan disususn pertama kali pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI ke-10 tahun 1988, diikuti dengan pengesahan petunjuk dalam Rapat Kerja Nasional (Rakemas 1131)tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres Nasional 1131 ke-12 tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berprilaku, kode etik bidan indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan BAB kode etik terdiri dari 7 BAB dibedakan atas 7 bagian, namun prinsip utamanya adalah sebagai berikut : kewajiban terhadap klien dan masyarkat, kewajiban bidan terhadap tugasnya, kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, kewajiban bidan terhadap profesinya, kewajiban bidan terhadap diri sendiri, kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa, dan tanah air, penutup. Kode etik internasional Tujuan dari Konfederasi Internasional Bidan (ICM) adalah untuk meningkatkan standar perawatan diberikan kepada perempuan, bayi dan keluarga di seluruh dunia melalui pemanfaatan pengembangan, pendidikan dan tepat bidan profesional. Di Sesuai dengan tujuan ini, ICM menetapkan kode berikut untuk membimbing pendidikan, praktek dan penelitian bidan. Kode ini mengakui perempuan sebagai orang dengan hak asasi manusia, mencari keadilan bagi semua orang dan keadilan dalam akses ke perawatan kesehatan, dan didasarkan pada hubungan saling menghormati, kepercayaan, dan martabat semua anggota masyarakat. Kode alamat mandat etika bidan dalam mencapai tujuan dan
Tujuan dari ICM berkaitan dengan bagaimana bidan berhubungan dengan orang lain,
bagaimana mereka berlatih kebidanan, bagaimana mereka menjunjung tinggi tanggung jawab profesional dan tugas, dan bagaimana mereka
bekerja untuk menjamin integritas profesi kebidana
n yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran pengetahuan dan praktek kebidanan.

2.      Pada Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point b :

“bidan bekerja dengan perempuan, mendukung hak mereka berpartisipasi aktif dalam memutuskan pelayanan bagi diri mereka dan kesehatan perempuan serta keluarganya di masyarakat”.


Analisis Perbedaan :

kode etik internasional berbeda dengan kode etik nasional dimana kalau di luar negeri sudah mengedepankan hak perempuan, dan mengutamakan perempuan sebagai fokus utama pelayanan kebidanan, dalam mengambil setiap keputusan atas masalah kesehatan yang terjadi pada dirinya serta keluarganya di masyarakat, agar dia dapat menentukan bagaimana pemecahan masalah yang dia hadapi dengan haknya sebagai perempuan. Sedangkan di indonesia belum menerapkan hak perempuan ini sepenuhnya karena kebudayaan sangat berpengaruh di indonesia, jadi hak perempuan ini masih diabaikan dan dianggap rendah, bahkan yang berpengaruh dalam, pengambilan keputusan adalah suami atau orang tuanya, kita sebagai bidan seharusnya bisa menjunjung tinggi hak perempuan secara perlahan tetapi tetap harus menghormati budaya yang ada di masyarakat, jadi kode etik internasional sangat baik sekali dalam menjunjung tinggi hak perempuan.


3.      Kode Etik Internasional pada No. 1 hubungan dengan perempuan sebagai klien, point c :
“bidan bekerja sama dengan perempuan, pemerintah dan lembaga donor untuk menilai kebutuhan perempuan terhadap pelayanan kesehatan serta menjamin pengalokasian sumber daya secara adil dengan mempertimbangkan prioritas dan ketersediaan”.
Hal ini berbeda dengan Kode Etik Nasional, disasari pada PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010, pasal 16 ayat 1 :
“pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah, dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III kebidanan”.
Dan didasari oleh Undang-Undang Perublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 16 :
“pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat keseahtan setinggi-tingginya”.

Analisis Perbedaan :
Dari kode etik diatas memuliki perbedaan yaitu dalam menjamin pengaloksian sumber daya secara adil dengan mempertimbangkan prioritas dan ketersediaan. kode etik di luar negeri sudah sangat baik dalam menjamin ketersediaan sumber daya secara adil  dalam meningkatkan kesehatan secara maksimal dan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak,  tetapi di indonesia masih belum merata dalam menjamin pengaloksian. Padahal sudah jelas-jelas tercantum di undang-undang no.36 tahun 2009 pasal 16 bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, tapi masih saja ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan masih belum merata di setiap kota, bahkan desa maka dari itu pemerintah mengeluarkan undang-undang dalam permenkes1464 pasal 16 ayat 1 “pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah, dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III kebidanan”, meskipun sumber daya di indonesia dalam bidang kesehatan masih belum memungkinkan untuk merata dalam hal kuantitas,tetapi kualitas setiap tenaga kesehatan harus di tingkatkan dan terjamin dalam menjamin kesehatan masyarakat khususnya ibu dan anak,  maksudnya di permenkes sudah jelas bahwa bila di daerah tidak ada dokter, pemerintah daerah harus menempatkan bidan minimal pendidikan diploma 3 kebidanan agar dapat memeberikan pelayanan kesehatan yang maksimal, meskipun pemerintah masih belum bisa menempatkan tenaga kesehatan secara merata, sekarang pemerintah sedang berusaha atau berupaya untuk terus meningkatkan sumber daya dan ketersediaan dibidang kesehatan.
4.      Kode Etik Internasional pada No. 4 peningkatan pengetahuan dan peraktek kebidanan, point c :

“bidan berpartisipasi dalam pendidikan formal siswi kebidanan dan bidan”.

Analisis Perbedaan :

Dari kode etik internasional diatas jelas bahwa bidan berpartisipasi dalam pendidikan formal siswi kebidanan dan bidan, mereka membimbing siswi kebidanan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya karena mereka tahu bahwa siswi ini nantinya akan menjadi seorang bidan, yang akan membawa nama bidan ke arah mana baikkah atau buruk, menjaga nama baik profesikah atau sebaliknya. Maka dari itu mereka bertanggung jawab dalam membimbing siswi kebidanan, namun sebaliknya di indonesia memang bidan membimbing siswi kebidanan tetapi masih mendarah daging senioritas di indonesia ini, mereka lebih mementingkan senioritas dan terkadang kurang dalam membimbing siswinya bagaimana kita bisa menjadi bidan yang baik dan bermutu bila yang memberi contoh seperti itu maka yang di bimbingpun akan mengikuti sikap dan prilaku yang sama sepertinya, lalu apakah kita bisa mengubah senioritas yang sudah mendarah daging ini? Bagaimana siswi bidan dapat menyerap pengetahuan dan keterampilan darinya bila seniornya menunjukan sikap tidak ramah, tapi terkadang ada juga bidan yang baik dan mau membimbing siswi kebidanan, tetapi tetap saja mereka merasa bahwa banyak sekali bidan yang memiliki rasa senioritas yang tinggi, karena mereka lebih menilai sisi negatifnya di bandingkan sisi positifnya, karena itu bila ingin menciptakan penerus yang berkompeten dan bermutu seharusnya bisa dimulai dari diri sendiri dan dari orang yang memberikan contoh kepadanya, agar kita bisa saling mengkoreksi kesalahan dan kekurangan, kemudian di jadikan suatu pelajaran untuk penerus kita kelak bahwa buang semua yang buruknya dan serap yang baiknya.

5.      Kode Etik Internasional pada No. 3 kewajiban profesi bidan, point b :

“bidan  bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka, terpercaya atas hasil asuhan bagi perempuan”.

Analisis Perbedaan :

Dari kode etik internasional di atas memang berbeda dengan kode etik nasional, karena di kode etik nasional tidak tercantum, tetapi pada buku konsep kebidanan asrinah halaman 11 tercantum “bidan bertanggujawab dan bertanggung gugat terhadap keputusan-keputusan yang di buat dan asuhan yang diberikan”, walaupun tidak secara langsung ada di kode etik nasionalnya tetapi sebenarnya secara tidak langangsung sudah tercantum dalam praktik kebidanan, yang membedakan di sini penerapannya atau perimplementasiannya, bagaimana seorang bidan dalam melakukan tanggung jawabnya atas keputusan dan tindakan yang telah mereka ambil dalam memberikan asuhan bagi perempuan yang bermutu dan berkualitas tidak melewati jalur kode etik dan standar kompetensi bidan yang sudah di tentukan, serta bidan juga dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat bertanggung jawab dalam mengambil keputusan kapan dan ke mana berkonsultasi, bekerjasama atau merujuk atas dasar standar praktik dan prosedur yang berlaku.

6.      Kode Etik Internasional pada No. 2 praktek kebidanan, point e :

“bidan bertindak sebagai role mode (panutan) dengan promosi kesehatan untuk perempuan sepanjang siklus hidupnya, untuk keluarga dan untuk profesi kesehatan lainnya”

Analisis Perbedaan :

Dari kode etik internasional diatas memiliki perbedaan dengan kode etik nasional, menurut buku konsep kebidanan arsinah hal 11 tentang praktek kebidanan di katakan “pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan”. Bila di internasional bidan menjadi panutan dalam promosi kesehatan untuk perempuan sepanjang siklus kehidupannya, keluarga dan untuk profesi kesehatan lainnya, sudah sangat baik. Bila di nasional menurut pendapat saya masih belum terlealisasi untuk bidan sebagai panutan, karena bidan nasional lebih kepada pelayanannya yang berfokus pada pencegahan, promosi dan lain sebagainya, walaupun belum bisa menjadi panutan, tapi lebih mengarah kepada pelayanan menurut saya sudah baik karena bagaimanapun caranya tujuannya sama yaitu untuk memberikan asuhan yang bermutu dan berkualitas sesuai kewenangan yang dimilikinya, dan memberikan rasa aman dan puas bagi klien, bila memang di kode etik nasional tidak ada kita bisa mengadobnya, karena bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang dapat di jadikan panutan di masyarakat, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

7.      Kode Etik Internasional pada No.3 kewajiban profesi bidan, point d :

“bidan memahami akibat buruk pelanggaran etik dan HAM bagi kesehatan perempuan dan anak dan menghapuskan pelanggaran ini”.

Analisis Perbedaan :

Dari kode etik internasional di atas terdapat perbedaan antara kode etik nasional, pada kode etik internasional tertera bahwa bidan memahami akibat buruk pelanggaran etik dan HAM bagi kesehatan perempuan dan anak dan menghapuskan pelanggaran ini. Jadi dari pelanggaran etik dan HAM bisa menyebabkan kesehatan perempuan dan anak menjadi terancam.  jadi, sebagai seorang bidan harus memahami betul bila ada pelanggaran-pelanggaran etik dan HAM sebisa mungkin menghapus pelanggaran itu, beda halnya dengan nasional, walaupun di dalam kode etik nasional tidak ada sebenarnya dalam diri bidan sudah ada pemahaman seperti itu, tetapi budaya lah yang tidak dapat membebaskan perempuan. Oleh karena itu, itulah yang membedakan antara kode etik internasional dan kode etik nasional, walaupun tidak ada di dalam kode etik nasional, tetap memahami akibat buruk pelanggaran etik dan HAM, sesuai pada buku konsep kebidanan arsinah, halaman 13 tentang prilaku profesi bidan : berpegang teguh pada filosofi, etika profesi, dan aspek legal. Jadi secara tidak langsung bidan sudah harus memahami betul bagaimana akibat buruk pelanggaran etik dan HAM bagi kesehatan perempuan dan anak dan menghapuskan pelanggaran ini. Dan melakukan asuhan atau pelayanan dengan hati-hati serta menghargai HAM pada perempuan dan anak.


BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Dari kode etik nasional yang memiliki 7 BAB kode etik dibedakan atas 7 bagian, namun prinsip utamanya adalah sebagai berikut : kewajiban terhadap klien dan masyarkat, kewajiban bidan terhadap tugasnya, kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, kewajiban bidan terhadap profesinya, kewajiban bidan terhadap diri sendiri, kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa, dan tanah air, penutup. Sedangkan kode etik internasional kebidanan yang terdiri dari 4 BAB yaitu hubungan dengan perempuan sebagai klien, praktek kebidanan, kewajiban profesi bidan, peningkatran pengetahuan dan praktek kebidanan
Kode etik nasional dan kode etik internasional diatas memiliki serangkaian persamaan maupun berbedaan dimana mereka saling mempengaruhi untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas. Persamaan yang mendasari atas sumber yang ada mencirikan bahwa kode etik nasional juga tidak beda jauh dengan kode etik internasional berarti sudah jelas bahwa kode etik nasional juga bisa memberikan pelayanan yang bekualitas dan bermutu dengan berpedoman pada kode etik, manun di sini juga terdapat perbedaan di mana di dalam kode etik nasional tidak ada tapi di kode etik internasional ada, begitu pula sebaliknya apa yang di kode etik nasional ada di internasional tidak ada. Dengan serangkaian sumber yang sudah dicari, terkadang juga ada perbedaan yang terletak pada perimplementasiannya dimana di nasional masih belum bisa dilakukan mungkin karena ada alasan tertentu dimana masih belum bisa dilakukan. Untuk itu penting sekali dalam memberikan pelayanan yang aman, nyaman dan berkualitas dengan berpedoman pada kode etik, standar praktik kebidanan. Dengan berpedoman pada itu walau terdapat banyak perbedaan, sudah dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik dan bermutu sesuai kemampuan kita sebagai bidan.



4.2  Saran

Setiap bidan harus senantiasa melaksanakan tugasnya bukan hanya menghayati tetapi juga mengamalkan kode etik ini dalam memberikan asuhan yang berkualitas dan bermutu, bila di kode etik nasional tidak terdapat pada kode etik internasional kita dapat mengadopnya, begitu pula sebaliknya. Karena kita juga sebagai bidan tidak bisa hidup sendiri dan seenaknya memberikan asuhan kebidanan, semuanya ada batasnya sampai dimana kewenangan bidan, maka dari itu di buatlah kode etik agar kita tahu bagaimana tanggung jawab bidan dalam menjalankan prektiknya di berbagai tatanan pelayanan termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.dan bagaimana bidan bisa menjaga nama baik profesinya agar tidak tercoreng.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Yanti, S.S.T M.keb DKK.2010.etika prifesi dan hukum kebidanan.yogyakarta:pustaka rihama
2.      PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
3.      UNDANG-UNDANG PERUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
4.      Asrinah, dkk.2010.konsep kebidanan.yogyakarta:graha ilmu
5.      Dra.Hj. soepardan, suryani dipl.M,MM.2008.konsep kebidanan.jakarta:EGC
6.      standar kompetensi bidan indonesia, IBI dan assosiasi institusi pendidikan kebidanan indonesia (www.hpeq.dikti.go.id)